Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

SEJARAH KOTA BAJAWA

A. NAMA BAJAWA Bapak H. Nainawa, seorang tokoh dan pemuka adat yang kini berusia 88 tahun menuturkan bahwa nama Bajawa sebenarnya berasal dari “ Bhajawa ” yaitu nama satu dari antara tujuh kampung di sisi barat Kota Bajawa. Tujuh kampung yang disebut “ Nua Limazua ” tersebut adalah Bhajawa, Bongiso, Bokua, Boseka, Pigasina, Boripo dan Wakomenge. Nua Limazua tersebut merupakan suatu persekutuan “ ulu eko ” yang dikenal dengan “ Ulu Atagae, Eko Tiwunitu ”. Nua Bhajawa adalah kampung terbesar dari antara tujuh kampung tersebut dan merupakan tempat tinggal Djawatay sebagai Zelfbertuurder atau Raja Pertama dan Peamole sebagai Raja yang Kedua. Mungkin karena itulah nama Bhajawa lebih dikenal dari yang lainnya dan digunakan oleh Belanda sebagai nama pusat pemerintahan Onder Afdelling Ngada. Bhajawa kemudian berubah menjadi Bajawa karena penyesuaian pengucapan terutama bagi orang Belanda ketika itu yang tidak bisa berbahasa daerah

RITUAL ADAT ETNIS NGADA DI PULAU FLORES

Gambar
PRAKATA Kabupaten Ngada yang terletak di Pulau Flores merupakan bagian integral dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten ini dihuni oleh dua etnis yang memiliki latar belakang sosial, budaya, adat istiadat, kebiasaan dan bahasa yang sangat berlainan satu sama lainnya. Dua etnis yang ada di Kabupaten Ngada adalah etnis Ngada dan Riung PANDANGAN TENTANG MANUSIA, ALAM DAN TUHAN Masyarakat dalam etnis Ngada ini memandang dunia sebagai ’ Ota Ola’ , yaitu tempat manusia hidup bersama yang dilukiskan dengan bahasa adatnya: “ Lobo papa tozo , tara papa dhaga” ( Saling adanya ketergantungan ) Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat meyakini akan adanya kekuatan baik yang disebut Dewa Zeta ; dan ada kekuatan jahat yang disebut Nitu Zale . Dewa Zeta sebagai kekuatan sumber kemurahan, sumber kebaikan ( Mori Ga’e ). Sedangkan Nitu Zale dipandang sebagai kegelapan dan sumber kejahatan. Sejumlah upacara adat yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia   hingga